Rabu, 03 Desember 2008

Enkulturasi

Joko Lelur masih memandang serius monitor di depannya. Beberapa kiriman e-mail dibuka kemudian dibaca. Tampak alur pembicaraan serius tentang malam keakraban terkirim dari beberapa nama yang ikut anggota milis. Sebenarnya Joko sudah bosan dan malas membicarakan acara makrab jurusan yang hampir tiap tahun diadakan. Membaca komentar-komentar itu bibirnya hanya tersungging karena tidak ada yang serius menanggapi hal yang sebenarnya sangat serius itu. Nada tulisan yang dikirim banyak yang tampak optimis bisa merubah tradisi yang sudah lama berjalan, namun lebih banyak yang pesimis dan beberapa mencoba bersikukuh untuk tetap fundamentalis. Joko tidak memberikan komentar apapun atas permasalahan itu, dia lebih tertarik untuk membaca sebuah pesan yang terkirim di salah satu alamat homepage-nya. Undangan perkawinan salah seorang teman satu angkatannya dulu di jurusan yang sama.
Malam itu Joko Lelur mendapat kiriman short message service, dibuka kiriman pesan itu. Sebuah ajakan dari teman lamanya untuk datang ke kampus, ngobrol tentang dua hal: makrab jurusan dan undangan perkawinan. Semangat handarbeni masih ada dalam dirinya sehingga meskipun jauh karena rumahnya di Jawa Tengah dia tetap berusaha untuk datang. Setelah naik bis dari rumahnya, dia turun di bunderan lalu berjalan tertatih-tatih di bawah teriknya matahari menuju kantin sebuah fakultas. Di sana sudah tampak beberapa teman lamanya ngumpul sambil menghadap minuman masing-masing dan makanan kecil. Beberapa sepakat untuk hadir dalam acara makrab jurusan namun untuk menghadiri kondangan tidak begitu ditanggapi secara serius karena lebih bersifat pribadi.
Sore itu Joko Lelur sudah duduk di sebuah bangku depan perpustakaan yang sudah tutup. Beberapa temannya mulai berdatangan membawa sepeda motor masing-masing. Setelah dirasa jumlah teman tidak bertambah. Bersamaan dengan tenggelamnya matahari di ufuk barat, rombongan sepeda motor itu mulai berjalan menuju sebuah bumi perkemahan di lereng gunung. Ketika hampir mendekati lokasi, diantara rombongan motor yang sedang merangkak naik itu ada salah seorang yang memegang megaphone membunyikan sirine sehingga sempat membuat penduduk sekitar jalan yang dilewati tanda tanya, rombongan apa ini? Begitu sampai lokasi semua mulai merasakan perubahan suhu yang mencolok antara lereng bawah dengan lereng atas.
Bingung dan tak tahu harus apa? Itulah yang dirasakan Joko Lelur dan teman-temannya sebab berdasarkan informasi yang didapat acara yang diselenggarakan tidak seperti biasa ada perubahan mencolok karena pihak fakultas punya keinginan format acara yang sudah biasa diadakan, diperbaiki di beberapa bagian. Tentu saja bagi mereka yang sudah terenkulturasi penuh hampir lebih sepuluh tahun juga bingung sebab mana mungkin mereka harus mengeset pikiran mereka yang sudah terekam lama diubah dalam semalam. Tapi mau tak mau semua harus mengikuti aturan yang sudah dibuat panitia yang baru mengikuti kegiatan itu satu kali. Dalam fokus grup diskusi yang diadakan panitia, tema tentang “perubahan kebudayaan” menjadi wacana yang dibahas malam itu. Semua peserta mengeluarkan argumentasinya yang akhirnya menyepakati beberapa titik perubahan yang diatur dalam aturan yang dipegang oleh panitia. Hanya yang menjadi pertanyaan di sini, apakah perubahan kebudayaan bisa dilakukan dalam waktu semalam? Mungkin artefaknya bisa dan pola perilaku pengikut budaya itu agak bisa diubah dikit tapi sistem ide gagasan yang paling sulit dan butuh waktu sangat lama untuk merubahnya.
Siang itu karena terlalu fokus pada diskusi “perubahan kebudayaan” Joko Lelur menjadi lupa akan membicarakan kondangan temannya di Jawa Timur yang diselenggarakan kurang lebih seminggu setelah acara Malam Keakraban Jurusan itu. Setelah suatu siang Joko Lelur mengajak teman-teman yang lain ternyata hanya Joko Gondrong yang bersedia ikut. Sehingga hanya dua orang yang akhirnya berangkat ke acara kondangan di Jawa Timur itu. Namun beberapa teman menanyakan “Benarkah pengantin putrinya adalah salah seorang yang pernah ditaksir oleh sahabat mereka?”. Nah pertanyaan itu akan terjawab besok di Jawa Timur setelah menghadiri dan melihat sendiri.
Naik kereta ekonomi dari Stasiun Lempuyangan menuju Stasiun Sepanjang. Di dalam kereta selain penumpang ada petugas yang memeriksa karcis dan para pedagang. Tapi hari itu tiba-tiba ada pedagang yang ketakutan. Dia meletakkan dagangannya di samping tas ranselnya Joko Gondrong, “Mas nanti kalau ditanya ini barang anda ya, saya takut nanti kena denda Rp.40.000,-“ Wanita itu berkata seperti itu tapi karena Joko Lelur tak tahu apa isi barang itu maka dia tidak berani menjamin. Takutnya nanti isinya barang yang dilarang sehingga bisa-bisa malah kena masalah. Kedua orang itu tak mengerti mengapa perempuan yang ternyata penjaja dagangan dalam kereta sangat ketakutan pagi itu. Mereka hanya menebak-nebak mungkin dalam kereta ekonomi itu sedang ada penertiban. Selama di dalam kereta para pedagang dan pengamen tetap bekerja seperti biasa. Meskipun ada petugas dengan seragam yang menarik karcis terdapat juga seorang polisi yang mondar-mandir bertuliskan poltabes di lengan bajunya. Namun kelihatannya polisi itu tidak melarang para pedagang yang mondar-mandir. Tapi mengapa wanita tadi sangat ketakutan?
Setelah enam jam perjalanan sampailah kedua orang itu di Stasiun Sepanjang. Setelah melihat jadwal kepulangan kereta menuju Lempuyangan dan mencatatnya mereka berdua naik becak menuju rumah saudaranya Joko Lelur. Akhirnya setelah bertanya dua kali ketemu juga rumah itu. Saudara sepupunya ada di rumah dan kebetulan juga Omnya juga ada layatan jadi mereka ngobrol dengan sepupu Joko Lelur di ruang tamu. Ruang tamu itu dicat hijau agak kebiru-biruan terdapat kaligrafi di dindingnya. Melihat daerah itu Joko Gondrong tertarik jalan-jalan keliling perkampungan melihat kondisi kampung itu. Kampung yang cukup padat namun air sungai tampak tercemar dan menimbulkan bau yang kurang sedap. Tidak ada ikan seperti ikan cetul yang hidup di dalamnya. Beberapa penduduk juga membeli air bersih untuk dikonsumsi sebab air sumur dan PDAM mengandung kapur terlalu banyak. Rumah di dekat rel kereta api tampak kokoh sebab ketika kereta lewat ada sedikit getaran namun tidak mengakibatkan retak pada dinding rumah. Menjadi orang baru di wilayah baru membuat kedua orang itu harus beradaptasi lagi. Joko Lelur dengan saudaranya jika bercakap-cakap menggunakan bahasa kromo alus.
Karena acara resepsi pernikahan sahabat mereka berlangsung malam hari, mereka masih punya waktu siang hari untuk keliling mengunjungi saudara Joko Lelur yang lain. Malam hari acara resepsi berlangsung di Masjid Al Akbar, masjid terbesar di kota itu. Ketika memasuki ruang resepsi tampak dekorasi yang mewah dan di sepanjang jalan menuju tahta raja dan ratu semalam dipajang foto prewedding mereka namun kebanyakan mengambil latar pegunungan dan alam bebas tampak jika kedua mempelai menyukai outdoor activity. Hal yang mengejutkan dan mendebarkan adalah ternyata benar bahwa mempelai perempuan adalah seseorang yang dibicarakan teman-teman mereka di kampus kemarin sebelum berangkat. Mungkin baru kali ini angkatan mereka ada yang menikah dengan anggota kerabat JKAI karena meskipun satu jurusan tetapi beda universitas. Setelah foto bersama pengantin mereka lalu pulang karena Joko Gondrong masih punya janji akan ketemu teman KKNnya dulu yang kebetulan juga bekerja di kota itu.
Pagi harinya mereka langsung pulang menuju Jogja lagi. Di dalam kereta di tengah jalan perjalanan ketika ada pemeriksaan karcis di salah satu stasiun para pedagang asongan dan pengamen berlarian keluar ketika ada seseorang dengan baju biru sepatu militer dengan tulisan di lengan PM angkatan udara tampak marah dan mengusir para pedagang yang akan mondar-mandir. Baru tahulah kedua orang itu mengapa wanita yang dulu mau berangkat dari Stasiun Lempuyangan begitu tampak ketakutan.

Jogja-Surabaya, Nov akhir-Awal Desember 2008

Jumat, 10 Oktober 2008

Air

Oleh: G.S. Akur

Sebenarnya aku masih mengantuk dan malas untuk bangun karena kebiasaan bergadang dan akhirnya bangun kesiangan. Namun karena pagi itu aku sudah berjanji dengan Terong dan Toples untuk mau diajak memancing, akhirnya mau tak mau pukul 06.00 WIB aku harus sudah bangun untuk mempersiapkan segala perlengkapannya mulai dari umpan, pancing, kepis, dan kresek. Setelah semua dirasa siap, mandi lalu sarapan. Setelah sarapan tak lupa segenggam nasi putih kubawa sebab siapa tahu ada ikan greskapnya nanti di sana.

Seperti biasalah janjian dengan anak muda jaman sekarang pukul 07.00 WIB aku sudah berada di depan rumah Terong, mengendarai supercup bututku. Sesampai di situ ternyata masih menunggu Terong mencari cacing sebab semalam dia mencari di dekat Jembatan Code sudah habis. Lalu sambil menunggu aku mengecek isi bensin. Oh tinggal seperempat liter, kurasa tidak akan cukup untuk sampai di Kali Jeruk pulang balik. Ternyata tidak hanya dengan teman-teman Mudika yang ikut mancing, orang kampung juga ikut beberapa. Dalam perjalanan menuju lokasi aku mampir dulu di pom bensin.

Sampai di kolam pemancingan Kali Jeruk beberapa sudah mencari posisi di sebelah timur kolam mengingat di sebelah barat masih ada orang mencuci baju di kolam. "Wah masak ini ibu-ibu mencuci baju di kolam ikan, apa memang sudah kesehariannya seperti itu?" pikirku. Lalu setelah ibu itu pergi karena sebenarnya dia juga tahu dan risih bahwa kolam itu mau dipakai mancing akhirnya dia mempercepat mencuci bajunya. Akhirnya dapat juga aku posisi di sebelah barat yang dasarnya paling dalam. Namun hari itu memang apes atau memang umpannya tidak pas sehingga yang terpancing hanya ikan kecil-kecil dan sangat sedikit.

Setelah mentari tepat di atas kepala, ikan-ikan itu juga kepanasan sehingga tidak mau makan. Aku semakin suntuk, lalu mencoba menenangkan diri dengan menikmati gemericik air yang menggerojok dari pipa atas dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Menarik sekali sebenarnya sifat air ini. Kata seorang peneliti Jepang, air itu bisa merekam energi yang ada di sekitarnya. Sehingga bisa terbukti air yang didoakan atau dinyanyikan memiliki energi kristal yang bagus daripada air yang merekam hal-hal yang kurang harmonis. Aku memperhatikan juga bahwa air memantulkan bayangan seperti cermin namun akan tampak buyar ketika air bergelombang. Di dalam air itu juga hidup aneka jenis binatang mulai dari ikan ukuran kecil sampai besar, keong, yuyu, juga tanaman air dan lumut. Entah berapa spesies yang ada di kolam sepetak yang sedang kita tebas itu. Hari itu yang paling banyak digemari ikan adalah umpan lumut, namun Terong dapat ikan paling besar dengan menggunakan umpan enthong.

Hari Selasa aku mengayuh sepedaku menuju Candi Ganjuran, entah mengapa aku pingin aja ke sana sekaligus mengetes apakah betisku masih kuat mengayuh sepeda. Sampai di perempatan Palbapang aku lelah dan ingin mengurungkan niat tapi akhirnya kupikir sudah tanggung dan akhirnya setelah satu jam mengayuh akhirnya sampai juga aku di Ganjuran. Istirahat sebentar di bawah pohon lalu mengambil air untuk membasuh muka dan kaki. Air di sini aku rasa punya energi yang luar biasa karena tempat ini sering dipakai untuk berdoa. Kuminum tiga teguk air di situ lalu aku meditasi mencoba hening. Meditasi kali ini aku mencoba untuk tidak berpikir dan membuat gagasan apapun namun ternyata sulit, sebab malah ngantuk yang menyerang. Kucoba untuk tetap duduk dengan punggung tegak agar pikiran tidak menyasar. Akhirnya setelah 2 jam aku di situ kucukupi meditasiku.

Kembali lagi air kuminum tiga teguk lalu membasuh muka agar tidak mengantuk. Sebab masih satu jam lagi perjalananku mengayuh sepeda. Namun karena akau lapar di jalan aku mampir di warung lotek lalu melanjutkan perjalan lagi. Fiuh…..kemeng Mas kempole!

Minggu, 17 Agustus 2008

Mengisi Kemerdekaan

"Merdeka" bagiku merupakan kata kerja aktif yang harus diusahakan. Tujuh belas Agustus mungkin merupakan hari kemerdekaan namun bukan kondisi yang harus dinikmati. Ini baru awal titik untuk melangkah dan bukan romantisme.
Penjajahan aku kira sudah sangat canggih, melalui teknologi, sistem ekonomi, bahkan sudah masuk pada tataran ide gagasan. Lalu bagaimana? Keberpihakan kita harus pada siapa?
Inilah yang paling susah, menampung semua kegelisahan. Menampung semua gagasan. Berada diantara sekian banyak manusia yang berbeda umur dan pemahaman
Ingin menuruti diri sendiri dianggap egois. Ingin diam tak peduli dianggap apatis. Ingin memulai dianggap cari muka. Aku masih sepakat untuk merdeka pada pola pikir yang tidak tergantung dan terikat pada apapun meskipun semua mencoba membelenggu, meskipun semua mencoba menguasai, meskipun semua mencoba memonopoli, jika ada setitik kesadaran, jika masih ada kecercah harapan, jika ada keinginan untuk tak terikat, aku kira kebebasan masih ada, sehingga kemerdekaan bisa dirasa...

Jumat, 08 Agustus 2008

Jejak

Menapak di bawah terik
Tak kusangka penuh intrik
Dari jauh kelihatan menarik
Setelah didekati penuh konflik
Menutupi salah
Menutupi borok
Ingin enaknya tak mau susahnya
Memanfaatkan yang tak berdaya
Bagaimana masa depan mereka dan kita?

Minggu, 13 Juli 2008

Taman Bunga

Lihatlah kebun di depan halaman rumah kita sayang
Lama sudah kutanam bunga itu namun sampai sekarang tak tumbuh
Apakah kita lupa merawatnya sehingga yang tumbuh sekarang adalah ilalang?
Mungkin kita berharap bunga itu akan mekar dengan berbagai warna
Mungkin kita berharap bunga itu akan tumbuh subur
Mungkin saat ini kita ingin melihatnya mekar
Mungkin juga saat ini kita ingin memetiknya
Semua hanya keinginan yang mungkin
Namun aku atau kamu kadang lupa
Bahwa bunga itu dulunya harus kita rawat
Bahwa dulunya harus kita siram
Kadang harus diberi pupuk
Kadang ilalang itu harus kita siangi
Namun kita terlalu sibuk yang membuat kita lupa
Kita tidak memperhatikannya
Sehingga saat ini kecewa
Jangan salahkan masa lalu dan saat ini atau masa depan
Bunga-bunga indah itu memang untuk masa depan
Tapi bukan masa depan yang sia-sia
Jika hari ini kitapun masih sama untuk melupakan mereka
Memang masa depan mereka
Tapi saat ini harus kita benahi
Kita rencanakan lagi dan kita tata kembali
Agar masa depan kekecewaan kita tidak sama
Marilah sayang, jika kita luang
Lintinglah sedikit lengan bajumu
Kita mulai lagi merawat taman bunga kita
Jika aku tidak di rumah rawatlah
Jika kamu pergi aku yang akan merawatnya
Tapi paling bijak kalau kita merawat bersama


Juli 2008

Minggu, 06 Juli 2008

Anak Rajawali

Aku sangat terkesan dengan cerita ini: Ada seorang Indian yang hidup di suatu pegunungan yang terpencil. Bersama istrinya dia hidup setiap hari secara sederhana. Sang suami suatu hari pergi mencari kayu bakar sampai ujung tebing pegunungan. Di salah satu pohon pinggir tebing dia melihat ada sarang rawajawali emas, kemudian didekati sarang itu. Ada sebutir telur. Telur itu kemudian diambil dan dibawa pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, kebetulan ayamnya sedang mengeram. Ketika induk ayam keluar dari tempatnya mengeram dimasukkan telur rajawali emas itu di dalamnya.
Kebetulan waktu menetas bisa bersamaan sehingga anak rajawali itu hidup dan tumbuh bersama anak ayam. Dia belajar mencari makan dengan mengais tanah. Kadang-kadang juga meloncat dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Suatu hari anak rajawali itu melihat seekor burung yang gagah perkasa melawan angin dan terbang sangat tinggi sampai tertutup awan. Dalam benaknya anak rajawali itu sangat kagum akan kehebatan seekor burung rajawali emas yang terbang dengan gagahnya di angkasa. Sampai-sampai dia berkata kepada induknya "Bu alangkah hebatnya bila aku bisa seperti itu, burung apa itu namanya Bu?" "O...yang terbang gagah itu rajanya para burung, sudahlah jangan punya keinginan dan mimpi yang muluk-muluk kita ini adalah seekor ayam tidak mungkin bisa terbang seperti itu." Kata induk ayam itu. Akhirnya sampai mati anak rajawali itu hidup dengan cara hidup sebagai seekor ayam. Dengan mencari makan dengan mengkais tanah dan mematuk. Betapa malangnya nasib anak rajawali emas itu yang tak pernah menyadari bahwa dirinya adalah seekor rajawali emas yang mampu terbang tinggi dan membelah awan hanya gara-gara menuruti induk ayam dan teman-teman yang hidup bersamanya selama ini.
(Dikutip dari tulisan Anthony De Mello, SJ. "Jalan Menuju Tuhan".)

Dikotomi

Aku bingung
Dia atau dia
Benar atau salah
Baik atau buruk
lawan atau kawan
Akhirnya aku memilih diam
Hening
Maranatha seribu kali
sampai hati penuh
Hanya napas
Keluar masuk
Hangat dingin
Itu pun masih dikotomi
Hening lagi
Oh My God is she?

Selasa, 17 Juni 2008

Merdeka

Merdeka bukan hanya lepas dari penjajahan politik negara namun bagaimana pikiran kita bisa bebas meskipun dalam sebuah institusi atau lembaga. Kita akan merdeka jika pikiran kita berada di sini dan saat ini. Meditasi adalah salah satu jalan untuk menuju kemerdekaan itu dan menulis adalah pekerjaan yang bisa memerdekakan kita dan membebaskan kita dari perbudakan pola pikir orang lain. Di sini kita akan menyadari adanya banyak keterikatan kita akan pikiran orang lain di masa lalu dan kita bukan pikiran itu. Amati saja dan biarkan berlalu karena kita bukan pikiran itu. Apa yang akan terjadi jika kita melepaskan pikiran itu, sesuatu yang melegakan cobalah hanya mengamati anugerah Tuhan hanya untuk detik ini dan anda akan merdeka.

Senin, 09 Juni 2008

Life

Ketika bangun tidur, aku masih malas untuk membuka mata menyadari nikmatnya tidur di kasur yang empuk dan berselimut kain halus yang hangat. Mendengarkan instrumen gitar dan biola yang melantunkan lagu-lagu pujian, mendengarkan tiap nadanya, ketukannya, kemudian memejamkan mata lalu membayangkan menari diiringi lantunan lagu itu. Perlahan detak jantung dan irama napas teratur. Merasakan udara dingin yang masuk lewat lubang hidung, kemudian merasakan hangatnya udara yang keluar lewat lubang yang sama. Merasakan dan menyadari tarikan dan hembusan napas itu. Ketika menyadari itu pikiranpun akan berusaha lari ke masa lalu, atau tiba-tiba lari ke masa depan. Kadang lari ke kejadian-kejadian yang memilukan, menyedihkan, kadang lari lagi ke masa yang sangat menyenangkan, menggembirakan, dan membahagiakan. Namun aku tak boleh melekat pada pikiran itu, karena aku bukan pikiran itu. Kubiarkan saja mengikutinya dan hanya melihat tanpa prejudice. Untuk mengembalikan ke masa kini dan saat ini agar aku hidup dan menikmatinya. Hanya kuperhatikan tarikan dan hembusan napas yang keluar dari lubang hidung. Perlahan pikiran ini sudah berada di sini kembali dan saat ini. Mmmmm betapa nikmatnya hidup ini bisa bernapas, mendengar, melihat, meraba dan berjalan dan semuanya berfungsi dengan baik sungguh suatu karunia yang mahal yang tidak bisa dinominalkan.
Selesai mendengarkan lagu, aku berjalan ke dapur kemudian mengambil gelas bening dari kaca, menuangkan air putih dingin ke dalamnya lalu kuteguk. Air dingin itu membasuh kerongkonganku dan menyegarkannya. Tiga gelas aku rasa cukup. Kemudian aku meletakkan gelas itu diantara teko dan termos. Selesai minum, aku ke kamar mandi dan membuang sisa-sisa alat ekskresiku. Mmmm….lega sudah dan perasaan mengganjal sudah hilang, tidak kebelet lagi. Kemudian kuambil sikat gigi warna kuning, mengambil odol dan memencetnya. Menggosokkan pada gigi ke atas dan ke bawah, berkumur, mandi, dan merasakan dinginnya guyuran air yang membuat badanku segar. Mengambil sabun dan menggosok tiap sudut kulitku dengan busa. Membilasnya dengan air dingin dalam kolah yang berwarna coklat bata. Mengambil handuk dan mengganti pakaian. Selesai mandi segera aku mengambil gelas yang tadi kuletakkan diantara teko dan termos itu. Menuangi gelas itu dengan airteh setengah gelas kemudian menambahi dengan air panas dalam termos lalu kuambil sendok stainlesstell. Dua sendok madu kumasukkan dalam gelas itu lalu kuaduk, Mmmmmm nikmatnya tehmadu tanpa bahan pengawet yang menyehatkan. Betapa nikmatnya minuman ini dan ucapan syukurku karena aku memiliki ibu yang menyiapkan sarapan dan minuman tiap pagi. Selesai sarapan aku mengambil sepedaku lalu mengayuhnya keliling kampung dan melewati sawah. Merasakan hangatnya matahari menerpa kulit dan melihat segarnya tumbuhan hijau dan jernihnya air di sawah. Burung-burung juga masih berkicau riang suatu karunia yang luar biasa kumiliki bisa melihat dan mendengar dan punya kaki yang utuh sehingga bisa mengayuh sepeda.
Selesai menikmati pemandangan indah di sekitar kampung dan orang-orang yang mulai beraktivitas pagi itu, aku memarkirkan sepedaku kemudian menghabiskan tehmadu tadi yang masih setengah gelas mmmm… nikmatnya. Aku kemudian memulai aktivitasku untuk menulis dan inilah tulisan pembukaanku untuk melatih ingatan dan pemanasan bagaimana aku menggambarkan dan menjalani tiap detik jalannya hidup ini. Sungguh detil hidup yang luar biasa dianugerahkan kepadaku, karena inipun belum apa-apanya jika merasakan apa yang kudapat tiap detiknya…Mmmmm hidup ini sungguh luar biasa nikmat…….

Jumat, 06 Juni 2008

Au....Ah.....

Ada yang mengusik malam-malamku
Sesuatu di sudut ruang yang ingin kusapu, kubersihkan, dan kupojokkan
Mengapa dia menggelitik lagi?
Mengapa dia tidak mau diam?
Suatu keharuman dan kesegaran abadi
Yang pernah mengobarkan api semangat
Yang pernah membuatku kuat untuk menapak
Yang pernah membuatku punya mimpi
Yang membuatku bergairah
Keharuman yang kadang berduri
Kadang menusuk
Kadang menggores
Kadang membuat geli
Kadang melukai
Kadang getas dan rapuh
Kadang diam seperti mati




Akankah dia bersemi kembali?
Mampukah dia mengharumkan ruangan itu kembali
Yang mungkin sudah pengap, berdebu, dan kotor
Atau biarlah dia tetap di sana
Biarlah dia terkubur bersama waktu
Kadang aku lelah
Kadang aku bosan
Kadang aku mengeluh
Kadang ingin kutinggalkan
Tapi ada sesuatu yang menarik lagi
Mengharuskanku untuk merawat lagi



Mawar berduri di sudut ruang
Manakah yang harus kupetik?
Keindahan itu hanya bisa kupandang
Keharuman itu hanya bisa kucium
Ketajaman durimu hanya bisa kurasakan
Ingin kau kupetik dan kutaruh di vas dalam kamarku
Meskipun aku tahu harus tertusuk duri
Tapi keinginanku adalah egoku
Mungkin bisa membunuhmu
Bukan dalam vas tapi bersama tanah di sudut ruang itu
Tapi hal itu tak akan membuatmu indah
Bukan tempatmu dalam vas
Meskipun dalam kaca bening dan air jernih





Mawar berduri di sudut ruang
Kan ku biarkan kamu di sana
Kadang mata ini iri dan tergoda
Melihat mawar-mawar indah milik tetangga
Ingin kucuri, kupetik, dan kutaruh dalam vas kamarku
Tapi itupun akan membunuh mereka
Dalam waktu
Kadang ingin kumiliki mawar di luar ruang itu
Tapi jika keinginan itu muncul durimu akan menusukku
Prinsipku bukan untuk mengambil, mencuri, atau mencari lagi
Sudah kumiliki mawar berduri di sudut ruang itu
Aku harus bisa merawatnya, memupuknya, dan menjaganya
Biar selalu menjadi yang paling indah
Menjadi yang paling harum
Menjadi yang paling baik
Suatu saat nanti tetangga-tetangga itu akan iri
Dengan mawar berduriku di sudut ruang itu

Pelangi Menstruasi

Pelangi itu bergoyang
Sempat kabut gelap menutupinya
Namun perlahan tersingkap kemudian tampak indah kembali
Kali ini agak berbeda
Warna hijau tampak ingin mendominasi
Melengkung paling tebal, menyala, menyurutkan warna lain
Dalam ketebalan warna hijau, bergerak pula warna hijau lain
Ternyata warna hijau juga banyak
Ada hijau tua, hijau pupus, hijau metalik, dan hijau keputih-putihan
Ada warna hijau yang tampak janggal
Hijau bercak merah
Hijau bercak merah darah
Warna yang janggal
Warna yang kelihatannya tidak disukai oleh warna hijau lain
Perlahan dijauhi oleh warna lain
Karena bernoda darah

Perlahan awan bergerak
Menutupi pelangi dari pandangan mata
Awan berwarna coklat itu berarak
Perlahan menutupi pelangi
Namun yang tertutup pandangan hanya warna hijau
Warna hijau bercak merah
Hijau bercak merah darah
Dari tepi pantai terlihat awan itu menghalangi pandangan
Menghalangi pelangi
Khususnya warna hijau
Orang-orang di tepi pantai penasaran
Ingin melihat pelangi warna hijau setelah tertutup awan
Namun awan itu diam tak bergerak
Sehingga semakin menutupi pelangi warna hijau
Semua orang di tepi pantai tambah penasaran
Ada apa gerangan?
Namun ada yang tak pernah disadari oleh awan dan pelangi
Masih ada air laut
Yang memantulkan mereka dari bawah
Ke arah orang-orang di tepi pantai
Melihat pantulan itu semua orang di tepi pantai tertawa terbahak-bahak
Mereka lalu pulang ke rumah masing-masing
Diceritakannya kejadian di tepi pantai itu kepada orang di rumah
Mendengar itu semua orang tertawa terbahak-bahak
Ada-ada saja!


Awal Juni 2008