Jumat, 10 Oktober 2008

Air

Oleh: G.S. Akur

Sebenarnya aku masih mengantuk dan malas untuk bangun karena kebiasaan bergadang dan akhirnya bangun kesiangan. Namun karena pagi itu aku sudah berjanji dengan Terong dan Toples untuk mau diajak memancing, akhirnya mau tak mau pukul 06.00 WIB aku harus sudah bangun untuk mempersiapkan segala perlengkapannya mulai dari umpan, pancing, kepis, dan kresek. Setelah semua dirasa siap, mandi lalu sarapan. Setelah sarapan tak lupa segenggam nasi putih kubawa sebab siapa tahu ada ikan greskapnya nanti di sana.

Seperti biasalah janjian dengan anak muda jaman sekarang pukul 07.00 WIB aku sudah berada di depan rumah Terong, mengendarai supercup bututku. Sesampai di situ ternyata masih menunggu Terong mencari cacing sebab semalam dia mencari di dekat Jembatan Code sudah habis. Lalu sambil menunggu aku mengecek isi bensin. Oh tinggal seperempat liter, kurasa tidak akan cukup untuk sampai di Kali Jeruk pulang balik. Ternyata tidak hanya dengan teman-teman Mudika yang ikut mancing, orang kampung juga ikut beberapa. Dalam perjalanan menuju lokasi aku mampir dulu di pom bensin.

Sampai di kolam pemancingan Kali Jeruk beberapa sudah mencari posisi di sebelah timur kolam mengingat di sebelah barat masih ada orang mencuci baju di kolam. "Wah masak ini ibu-ibu mencuci baju di kolam ikan, apa memang sudah kesehariannya seperti itu?" pikirku. Lalu setelah ibu itu pergi karena sebenarnya dia juga tahu dan risih bahwa kolam itu mau dipakai mancing akhirnya dia mempercepat mencuci bajunya. Akhirnya dapat juga aku posisi di sebelah barat yang dasarnya paling dalam. Namun hari itu memang apes atau memang umpannya tidak pas sehingga yang terpancing hanya ikan kecil-kecil dan sangat sedikit.

Setelah mentari tepat di atas kepala, ikan-ikan itu juga kepanasan sehingga tidak mau makan. Aku semakin suntuk, lalu mencoba menenangkan diri dengan menikmati gemericik air yang menggerojok dari pipa atas dan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Menarik sekali sebenarnya sifat air ini. Kata seorang peneliti Jepang, air itu bisa merekam energi yang ada di sekitarnya. Sehingga bisa terbukti air yang didoakan atau dinyanyikan memiliki energi kristal yang bagus daripada air yang merekam hal-hal yang kurang harmonis. Aku memperhatikan juga bahwa air memantulkan bayangan seperti cermin namun akan tampak buyar ketika air bergelombang. Di dalam air itu juga hidup aneka jenis binatang mulai dari ikan ukuran kecil sampai besar, keong, yuyu, juga tanaman air dan lumut. Entah berapa spesies yang ada di kolam sepetak yang sedang kita tebas itu. Hari itu yang paling banyak digemari ikan adalah umpan lumut, namun Terong dapat ikan paling besar dengan menggunakan umpan enthong.

Hari Selasa aku mengayuh sepedaku menuju Candi Ganjuran, entah mengapa aku pingin aja ke sana sekaligus mengetes apakah betisku masih kuat mengayuh sepeda. Sampai di perempatan Palbapang aku lelah dan ingin mengurungkan niat tapi akhirnya kupikir sudah tanggung dan akhirnya setelah satu jam mengayuh akhirnya sampai juga aku di Ganjuran. Istirahat sebentar di bawah pohon lalu mengambil air untuk membasuh muka dan kaki. Air di sini aku rasa punya energi yang luar biasa karena tempat ini sering dipakai untuk berdoa. Kuminum tiga teguk air di situ lalu aku meditasi mencoba hening. Meditasi kali ini aku mencoba untuk tidak berpikir dan membuat gagasan apapun namun ternyata sulit, sebab malah ngantuk yang menyerang. Kucoba untuk tetap duduk dengan punggung tegak agar pikiran tidak menyasar. Akhirnya setelah 2 jam aku di situ kucukupi meditasiku.

Kembali lagi air kuminum tiga teguk lalu membasuh muka agar tidak mengantuk. Sebab masih satu jam lagi perjalananku mengayuh sepeda. Namun karena akau lapar di jalan aku mampir di warung lotek lalu melanjutkan perjalan lagi. Fiuh…..kemeng Mas kempole!