Minggu, 25 Juli 2010

Spiritual Traveling


Selama traveling dari tempat ke tempat di Jawa dan beberapa ke pulau kecil seperti Karimunjawa dan Bali banyak sekali hal yang menarik dan dijumpai. Setelah kurenungkan ternyata berangkatnya aku ke tempat-tempat tersebut adalah awalnya hanya karena mimpi dan keinginan yang besar untuk pergi ke tempat itu. Secara kebetulan pula dan tentunya spontanitas yang tidak pernah direncanakan matang. Tawaran dan ajakan itu tiba-tiba muncul dari teman-teman sekitar. Seperti misal mimpiku untuk pergi ke Bali dan naik pesawat serta kereta. Jujur saja, sebenarnya aku orang yang malas untuk pergi jauh karena satu hal yaitu “mabukan”. Sejak kecil jika diajak pergi jauh naik mobil atau bus, aku pasti mabuk dan hal ini membuatku tidak menikmati perjalanan tapi malah berusaha keras agar bisa menghilangkan rasa pening dan ingin muntah jika sudah mulai mabuk. Hal ini sangat menjengkelkan, kecuali aku pergi naik sepeda motor aku tidak akan mabuk tapi jika naik mobil atau bus jarak jauh aku pasti mabuk, kata orang-orang, kamu itu “wong ndesit tenan”. Namun keinginan yang kuat untuk melihat tempat-tempat indah di luar membuatku nekat. Waktu ingin ke Bali aku ingin naik sepeda motor tapi teman-temanku tidak ada yang berani, akhirnya kami nekat dengan bekal seadanya kami berangkat saja dan pulangnya naik pesawat. Jadi dalam perjalanan itu komplit, yaitu: naik kereta api, bus, taksi, di lokasi naik motor serta pulangnya naik pesawat. Dan semuanya itu bisa kulewati tanpa aku mabuk darat, laut, maupun udara. Satu tantangan sudah kulewati. Pengalaman pertama yang meningkatkan rasa percaya diri bahwa ternyata aku bisa melewati semuanya dan menikmati perjalananku.
Mimpi kedua yang juga aneh menurutku adalah bergabungnya aku di JHS (Jogja Heritage Society) tahun 2009. Kala itu karena bingung harus kemana lagi melangkahkan kaki, aku menggunakan insting karena bukan seorang planner yang baik yang selalu merencanakan rencana hidupnya secara detil, aku orang yang menikmati hari ini dan di sini, besok mau apa lagi, entah. Selama ini begitu yang kujalani. Kadang bertemu dengan orang-orang lain sedikit memberikan pencerahan dan petunjuk tentang jalan mana lagi yang harus kutempuh dan kulanjutkan. Hari itu aku meditasi di Candi Ganjuran, pulangnya sejak dari situ dan dalam perjalanan aku selalu bau dupa. Bau dupa ini selalu mengitariku, kadang aku jadi prindang-prinding sendiri. Tiba-tiba di jalan aku merasa blank dan tak tahu arah pulang, kok aneh. Jalan yang biasa kulewati tiba-tiba menjadi asing bagiku, lalu aku menuruti saja arah matahari agar bisa pulang ke utara tapi tiba-tiba sampai di Makam Pajimatan Imogiri, lalu aku balik dan mencari jalan pulang akhirnya ketemu jalan Bantul dan pulang ke rumah. Perjalanan hari itu menjadi permenungan panjang. Ada apa ini? Besoknya aku ditelpon temanku, untuk membantu kegiatannya di Imogiri lokasinya di sekitar Pajimatan. Langsung saja aku menyanggupinya dan mungkin ini tugas perjalananku selanjutnya karena setelah itu aku juga harus ke Pelemgede yang juga menurut cerita adalah tempat turunnya wahyu kerajaan. Semua serba kebetulan, dan akhirnya aku berkenalan dengan bukunya W.S. Olthof “Babad Tanah Jawi”. Dari cerita-cerita di situ aku sedikit memahami makna pengalaman ini. Apakah aku harus mempelajari historis kerajaan di Jawa ini? Lalu untuk apa, mungkin apakah selanjutnya aku harus merunut lagi tempat-tempat bersejarah dan makam tokoh-tokoh besar Jawa itu. Kadang peristiwa kebetulan atau tidak sebab aku juga membaca di bukunya Anand Krishna tentang Atisha bahwa dulu ada Orang Jawa yang berilmu tinggi yang mengajar di Tibet dan mengajarkan ajaran “Tong Leh” (Cinta Kasih) mungkinkah aku harus menurut orang ini sampai Tibet, aku kurang tahu? Aku hanya menjalani hari ini dan di sini. Entah peristiwa kebetulan dan mimpi apalagi yang akan menghampiriku.