Sabtu, 19 Desember 2009

Laku Lampah Roso

"Tulisanmu sekarang pendek-pendek, apa tidak bisa menulis panjang?" komentar temanku itu mungkin ada benarnya. Entah karena apa aku sendiri kurang paham. Malas, atau ingin segera berpikir ke hal lain mungkin juga bisa begitu. Yang jelas yang kusadari sekarang adalah kecepatan pikiran lebih cepat daripada gerak tangan sehingga sebelum tangan ini selesai menuliskan sesuatu pikiran ini sudah meloncat ke hal lain. Coba aku mendeskripsikan tentang apa yang kuperoleh selama jalan kemarin.
"Koyo wong edan!"
Beberapa orang menyebutnya begitu bahkan keluarga dan teman-teman dekatku. "Kurang kerjaan." itulah komentar mereka. Tapi aku melakukan sesuatu bukan tanpa alasan. Aku memang punya jadwal akan menembuh jalan kaki selama dua hari yaitu suro tanggal 18 Desember dan Menenami temanku kirap jalan kaki bersama anak-anak SD Baciro anggota THS dari Baciro sampai Gunung Sempu. Sebelum tanggal itu aku sempat tertarik dengan kursus kritik ideologi yang diselenggarakan Impulse. Karena tanggal 17 Desember 2009 aku tidak ada rencana kegiatan maka hari itu aku merencanakan pemanasan jalan kaki dari rumah sampai impulse di deresan.

Dari Jalan Tamansiswo menuju Kanisius Deresan

Siang itu dengan memakai tas batik dan kaos serta celana panjang hijau dan mengenakan topi hijau pukul 11.00 WIB aku berjalan menuju Kanisius dengan niat merefleksikan apa yang kuperoleh selama perjalanan ini. Sampai di Tohpati aku berpapasan dengan Bu Hari "Lho kok mlampah Mas bade teng pundi?"
"Teng Kanisius Bu."
"Lho kok mlaku kan adoh, kok ora nitih sepeda motor opo pit."
"Inggih Bu, niki lagi pingin mlaku mawon."
"O critane arep lelaku to iki."
"Nggih kinten-kinten ngaten."
Lalu aku meneruskan perjalanan. Sampai di Tuntungan ketemu Kathi lagi beli arang sama bapaknya. Kathi hanya memandang ke arah lain seolah tidak melihat aku namun ia kenal. Dalam pikirannya akau hanya membaca "Ah Mase iki mau ke mana? Siang-siang panas gini kok mau-maunya jalan kaki?"
Ah itu mungkin juga hanya pikiranku. Lalu setelah sampai di Jalan Batikan aku berhenti sejenak melihat tempat pembuangan sampah dan aku berpikir jauh juga jika aku harus tiap hari membuang sampah di tempat ini. Berjalan kaki ternyata bisa melihat hal lebih banyak daripada naik sepeda atau sepeda motor. lalu aku meneruskan perjalanan sampai di Jembatan Baru jalan kusuma negara, berapa biaya pembangunan ini? Apakah hasilnya sesuai dengan biaya yang dikeluarkan? Ah itu sudah ada ahli yang memikirkannya, percayakan saja pada mereka.
Ketika menulis alinea ini pikiranku ingin meloncat langsung cerita sampai tujuan tapi aku mencoba melanjutkan cerita dengan sabar. Untuk mengurangi rasa bosanku aku dalam perjalanan mulai merapalakan doa rosario. Entah mengapa ketika aku merapalkan doa itu tiba-tiba angin bertiup sepoi mengurangi panasnya terik matahari yang kulihat menyala di depan. Aku mulai berpikir tentang bocornya ozon dan ketidak pedulian orang-orang pada emisi. Terbukti setiap orang nongkrong di tepi jalan melihatku berjalan siang-siang pada melihat tapi dalam benak mereka berpikir "kurang kerjaan ni orang". "Ah yang gila orang itu atau aku tak peduli." Kulanjutkan saja langkah ini sambil merapalkan doa. Sampai di Jalan Solo doaku selesai, kakiku mulai ada yang lecet karena mulai kurasakan perih. Ingin kuberhenti cari makan dan minum tapi kulihat baru pukul 12.00 lalu aku hanya minum aqua gelas yang kubawa dari rumah dan kusimpan gelas itu karena rencana akan kujadikan pot untuk memijahkan bibit kelengkeng yang kutanam.
Sampai di utara UNY laparku sudah memuncak, aku berhenti di warung lotek dan makan lotek. Sambil merenung betapa berharganya ternyata sepedaku ketika aku harus berjalan seperti ini. Andai aku naik sepeda mungkin akan lebih ringan. lalu aku makan lotek dan jeruk anget. Lalu handphoneku berdering. Kulihat dari nomor rumah yang belum ada di phonebook.
"Halo"
"Piye Pak jadi to malam nanti mubeng beteng"
"Lho surone kan sesuk?"
"Lha iyo, ning kan malam surone mengko bengi"
"Lho tenane, yoh siap"
"Oke mengko kontak-kontakan meneh."
Modar iki pikirku, tak kira besuk ternyata nanti malam. Ah dijalani aja gak usah dipikir pokoknya jalan terus.
Aku lelah dan menulis inipun juga lelah dan tidak sabar karena semua proses ini harus dijalani. Dan ketika menulis ini hasil yang kuperoleh kakiku dua-duanya kapalen dan perih karena tidak pernah jalan dan sekali jalan langsung disenngkakke. Mungkin orang lain melihat "Koyo wong edan, kurang gawean!"
Tapi bagiku sebuah proses penyadaran bahwa aku sendiripun masih kurang sadar dan banyak kelemahan termasuk lemah fisik yang perlu diolah.
Tapi ada pembelajaran di balik semua ini yang hanya bisa dijalani sendiri tanpa bisa kuceritakan semua.

Tidak ada komentar: