Kamis, 02 Agustus 2012

Obat Galau

Melihat status para sahabat banyak yang galau, beberapa patah hati dan beberapa kecewa dengan sikap pacarnya selama ini yang tidak sesuai harapannya, meskipun juga ada yang sedang di puncak kebahagiaan karena sebentar lagi akan menikah. Atau ada juga yang masih terluka dengan perlakuan pasangannya atau mantannya di masa lalu, mungkin salah satu bab di sebuah buku ini bisa menjadi referensi anda: MENYEMBUHKAN LUKA DAN DENDAM Saya termasuk orang yang enggan periksa kesehatan secara rutin. Baru kalau sungguh tidak teratasi, saya memaksakan diri ke dokter. Ketika sakit gigi, saya bertahan menahan sakit. Baru kalau sudah tak tertanggungkan lagi, saya ke rumah sakit atau dokter. Demikian ketika ada luka di lutut, saya akan mencari obat sendiri. Bahkan kalau luka kurang bersih sehingga infeksi, saya malas berurusan dengan rumah sakit. Maka, ketika luka di lutut makin tidak kelihatan karena tertutup gumpalan darah kering, saya akan membiarkan seolah-olah sudah sembuh. Padahal kalau tersenggol sedikit saja rasanya setengah mati. Karena sesungguhnya luka itu telah infeksi. Nanah menggumpal dan tertahan oleh darah kering. Mestinya luka itu dibersihkan dengan alkohol, dan diobati secara benar. Dan itu berarti sakit. Untuk menjadi sembuh, memang harus melalui proses sakit. “Berakit-rakit ke hulu, berenang ketepian, sakit-sakit dahulu, baru kemudian, berbahagia”, demikian Roma Irama mendendangkan sebuah lagu. Kadang-kadang, dalam relasi dengan pasangan, kita tidak mau mengingat peristiwa-peristiwa yang melukai. Ibu Dea, yang sudah 11 tahun menikah, tidak pernah mau mendengar kata Kaliurang. Bahkan sedapat mungkin menghindar lewat jalan Kaliurang. Dia juga selalu tampak tidak nyaman mendengar kata Kunti. Dan beberapa nama lain membuat dia labil emosinya. Nama-nama tertentu mengingatkan dia akan ketidaksetiaan suaminya beberapa tahun lalu. Kepada teman-temannya ia selalu bercerita bahwa dia sudah memaafkan. Namun, demikian tuturnya, jangan pernah mengajak rekreasi di Kaliurang. Dan bahkan seorang teman SMA yang kebetulan bernama Kunti, sekarang ini dijauhinya hanya karena namanya sama dengan nama “pacar gelap” suaminya. Ibu Dea belum sembuh dari lukanya. Ia hanya menutupi luka dengan perban, tanpa pernah mau membersihkannya dan mengobatinya secara benar. Entah kapan, nanah itu bisa pecah dan sakitnya minta ampun. Bahkan bisa jadi lebih parah daripada kejadian yang sebenarnya. Ketika kebetulan ngobrol dengan seorang spiritualis, ibu itu dinasehati untuk berani memproses penyembuhan luka itu. “Lebih baik menyalakan lilin daripada mengumpat kegelapan” demikian si guru mengawali nasehatnya. Jauh lebih mulia mulai pengobatan, daripada selalu mengeluh kesakitan. Untuk penyakit traumatik-kejiwaan seperti itu, langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: Pertama, siap sedia untuk disembuhkan. Maka luka lama harus dikorek, dilihat, dan dibersihkan, Artinya, Ibu Dea harus berani lagi mengingat itu secara jelas. Biasanya orang enggan untuk membayangkan kembali peristiwa terluka itu. Tetapi ini harus dilakukan, supaya merasakan kembali sjauh mana luka itu sampai sekarang masih sakit. Dan juga supaya tahu persis di bagian-bagian mana yang paling menimbulkan rasa sakit. Bisa jadi yang justru membuat sakit dan kecewa bukan peristiwanya, melainkan karena si suami membohonginya, atau SMS suami pada pacar gelapnya, atau tingkah Kunti yang tampak manja di depan suaminya. Dan sebagainya. Ingatlah kembali peristiwa itu, bagian mana yang paling melukai, dan rasakan sakitnya luka itu sekarang juga. Mengingat itu mungkin ibu Dea menangis, menjerit histerik, atau marah. Biarlah terjadi. Langkah kedua, memilah-milah luka, dari bagian yang paling menyakitkan, untuk mulai diobati. Obatnya adalah suatu terapi. Terapi yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan menyembuhkan. Caranya, setelah mengingat bagian peristiwa yang melukai, persembahkanlah suatu yang indah bagi dia yang melukai. Persembahan itu bisa berarti aktivaitas sosial, laku brata, ziarah, ataupun doa. Bahkan kalaupun persembahan itu tidak terlalu dihayati. Misalnya, setiap malam menjelang tidur, Anda menyisipkan doa untuk suami yang melukai. Malam berikutnya untuk kebahagiaan Kunti. Persembahan doa itu diulang-ulang sampai Anda sendiri tidak emosi lagi ketika mau mendoakan. Inilah proses penyembuhan. Langkah ketiga, jauh lebih melegakan. Anda yang telah melewati saat-saat sulit untuk mengingat peristiwa peristiwa, untuk mereka yang telah melukai, kini diajak untuk mensyukuri peristiwa tersebut. Peristiwa tersebut pastilah menyimpan hikmah untuk hidup selanjutnya. Suami semakin cinta dan setia, Anda sendiri semakin menjaga penampilan agar tetap atraktif, Anda berdua semakin didewasakan oleh pengalaman itu, dan sebagainya. Ulangilah terus-menerus ketiga langkah itu. Sampai Anda sendiri bahkan tidak marah lagi mendengar nama Kunti atau penuh sukacita jalan-jalan ke Kaliurang. Dan bahkan harapannya adalah Anda berdua sekarang bisa menertawakan diri, mengapa pengalaman itu bisa terjadi dan dulu reaksinya sedemikian ekstrim. Kalau sudah demikian, Anda sudah sembuh. (Penulis: Agus S. Gunadi)

Minggu, 15 April 2012

Pola Perilaku Merpati


Memperhatikan pola perilaku merpati tidak sama dengan burung lain. Burung ini meskipun mau dipelihara di sangkar namun tidak mau bertelur di tempat yang sudah disediakan. Misalnya kita membeli jerami atau damen yang sudah jadi dan ditempatkan di dalam kandang merpati itu tidak mau bertelur di situ.
Merpati ini lebih senang memilih kandangnya sendiri dan bertelur di sarang yang sudah mereka buat sendiri. Jika sudah waktunya bertelur biasanya mereka akan makan pasir dulu lalu mencari ranting atau batang kecil yang mampu mereka bawa untuk ditata di tempat yang agak gelap. Orang Jogja biasa menyebutnya dengan nama Gupon. Andaikan tidak ditempatkan di gupon dan dilepas secara bebas, merpati ini juga bisa dipelihara dalam kandang strimin kawat yang agak besar. Atau di kurungan bambu yang cukupluas dan leluasa untuk bergerak sehingga mereka mau membangun sarang sendiri dan bertelur di aatasnya.

Minggu, 19 Februari 2012

Mengapa Kelinci?



Kelinci merupakan binatang peliharaan yang juga bernilai komersil. Dagingnya banyak dibuat sate kelinci, bulunya juga laku dijual, kotoran dan kencingnya bisa untuk pupuk, tampilan dan perilakunya yang lucu dan menggemaskan bisa menjadi penghibur. Namun mengapa hewan yang dimitoskan sebagai simbol kesuburan ini lebih banyak dipelihara sebagai binatang untuk diperjual belikan daripada menjadi binatang peliharaan yang diusahakan hidupnya seperti di habitat aslinya?
Melihat penjual kelinci di petshop atau di PASTHY tidak ada satupun penjual yang menjual kandang khusus kelinci, kandang yang dipakai kelinci-kelinci ini merupakan kandag yang biasa dipakai ayam, kucing, anjing, atau burung, tidak ada penjual kelinci yang menyediakan kandang khusus kelinci. Kalau dilihat karakternya binatang ini lebih mirip hamster dan kandang hamster sudah banyak ada di pasar. Sedangkan khusus untuk kelinci belum ada. Mungkin ini peluang bisnis baru di Yogyakarta. Padahal coba dilihat di youtube kandang kelinci yang berupa rumah, kondo, atau cage belum pernah ada yang dijual di pasar Jogja.

Senin, 30 Januari 2012

Telanjang


Ketika membaca Kitab Kejadian pada peristiwa Adam dan Hawa belum punya rasa malu mereka telanjang. Lalu ketika mereka menyadari berbuat dosa, mereka baru membuat pakaian. Melihat film dokumen di Youtube tentang Bali tempo dulu sebelum 1940 para wanita dan pria berpakaian hanya sebatas pinggang ke bawah dan bertelanjang dada. Kurang tahu mulai tahun berapa mereka mengenakan pakaian lengkap ke mana-mana. Beberapa suku di Papua juga demikian ada beberapa yang hanya mengenakan koteka untuk kaum laki-laki dan para perempuan juga demikian hanya mengenakan penutup pinggang.

Ada beberapa kelompok lalu hidup dalam komunitas nudis, entah apa motivasinya mereka mungkin ingin mengembalikan kodrat manusia pada awal sebelum mengenal dosa. Namun ada kelompok lain yang malah ingin menutup semua anggota tubuhnya dan hanya yang kelihatan matanya. Saya yakin ada hubungan antara pakaian, napsu, dosa, dan ketelanjangan. Namun bagaimana menjelaskannya?

Senin, 23 Januari 2012

Virgin Coconut Oil

Indonesia kaya akan kelapa, tunas kelapa digunakan untuk lambang pramuka. Saya masih ingat ketika dulu waktu SD menjadi anggota pramuka, dikatakan oleh kakak-kakak pembina bahwa diambilnya simbol tunas kelapa karena semua bagian kelapa itu berguna dan bisa dimanfaatkan. Glugu digunakan untuk kayu bagunan, janur untuk dekorasi manten, manggar bisa dibuat gudek, nira digunakan untuk membuat gula kelapa, blarak digunakan untuk membuat sapu lidi, kelapa muda digunakan untuk anti racun dan masih banyak lagi. Salah satu yang digunakan di dunia kesehatan adalah VCO (Virgin Coconut Oil).
Menurut para ilmuan seperti Murray Price, Ph.D, asam laurat merupakan komponen inti VCO, ketika kita mengkonsumsi VCO maka tubuh kita akan mengubahnya menjadi satuan ANTI-MIKROBA yang kuat untuk memerangi berbagai mikroorganisme penyebab penyakit. Secara esensial VCO merupakan makanan berupa minyak yang mengandung zat anti-virus, anti-bakteri, anti-jamur, dan anti parasit (anti mikroba).
Menurut ilmuan lain Dr. Bruce Fife CN,ND, asam laurat menghancurkan sel virus, sel bakteri, jamur, dan parasit yang dilindungi oleh memmbran lipid/lemak. Membran lipid dihancurkan oleh asam asam laurat dan menyebabkan isi cairan dalam tubuh virus/ bakteri keluar dan mati.
Dari uraian para ilmuan tadi VCO banyak dimanfaatkan di dunia kesehatan karena mampu menghilangkan virus dan bakteri yang menyebabkan banyak penyakit dalam tubuh. Kecenderungan dunia kesehatan ke depan yang lebih memanfaatkan bahan-bahan alami non kimia membuat VCO ke depan akan sangat dibutuhkan.
Dalam The Secret of Shambala James Redfield juga menulis tentang dunia kesehatan: bahwa sebetulnya penyebab segala jenis penyakit adalah dicemarkannya lingkungan dasar tubuh oleh makanan-makanan yang kita konsumsi dan toksin-toksin lain, yang menggeser tubuh dari kondisi kemudaan yang sehat, lincah, penuh zat alkali, ke kondisi asam yang lembam dan berenergi rendah. Kondisi demikian itu menciptakan suatu keadaan yang menyebabkan mikroba berkembang subur dan mulai secara sistematis membusukkan tubuh. Setiap keadaan sakit, adalah hasil pembusukan sel-sel secara pelan-pelan sebagai akibat ulah mikroba. Tetapi mereka tidak menyerang tubuh kita tanpa sebab. Makanan-makanan yang kita konsumsilah yang menyebabkan kita mendapat problema ini.

Rahasia Shambala: Mencari Wawasan Kesebelas


Ketika James Redfield menulis The Celestine Prophecy dan The Tenth Insight, dia secara teguh yakin kebudayaan manusia berkembang melalui serangkaian wawasan atas hidup dan spiritualitas, wawasan yang dapat digambarkan dan didokumentasikan. Kita menjadi sadar sepenuhnya akan suatu proses spiritual lebih tinggi yang beroperasi di balik peristiwa di dalam hidup dan dengan begitu, kita meninggalkan suatu pandangan dunia materialistis yang mereduksi hidup menjadi sekadar bertahan hidup, memberi sejimpit sedekah kepada agama Hari Minggu, dan menggunakan mainan dan hiburan untuk mengenyahkan rasa hormat penuh kekaguman sejati yang ditimbulkan oleh hidup itu sendiri.
Bukan itu semua yang kita inginkan, melainkan suatu hidup penuh peristiwa sinkronistis yang misterius dan intuisi mendadak yang menunjuk kea rah suatu jalan khusus untuk diri kita di dalam eksistensi ini, kepada suatu pencarian khas informasi dan keahlian- seakan-akan suatu takdir yang kita coba cari mendesak untuk muncul. Hidup macam ini seperti sebuah cerita detektif di dalam diri kita sendiri, dan petunjuk tentangnya segera memandu kita maju melalui wawasan satu demi satu. Kita menemukan bahwa, suatu pengalaman nyata mengenai yang ilahi yang ada di dalam sanubari kita menunggu kita, dan bila kita dapat menemukan hubungan ini, hidup kita bahkan tersiram dengan kejernihan yang lebih terang dan intuisi. Kita mulai menangkap visi mengenai takdir kita, mengenai suatu misi yang dapat kita selesaikan, asalkan kita membabat habis kebiasaan kita yang membuat kita terlena, memperlakukan orang lain dengan suatu etika tertentu, dan setia kepada hati nurani.
Sebenarnyalah dengan wawasan kesepuluh, perspektif ini bahkan merentang lebih luas untuk mencakup lingkup sepenuhnya sejarah dan kebudayaan. Pada beberapa tataran, kita semua tahu,kita datang dari suatu tempat lain yang surgawi, masuk ke dalam dimensi fana ini untuk ambil bagian di dalam satu tujuan menyeluruh: untuk perlahan-lahan dari generasi ke generasi, menciptakan sebuah kebudayaan spiritual di planet ini.
Begitupun , bahkan ketika kita menangkap wawasan yang memperkuat ini, suatu wawasan lain, wawasan kesebelas tengah muncul, Pikiran dan sikap kita mempunyai peranan penting dalam upaya mewujudkan impian kita. Sesungguhnya saya percaya, akhirnya kita berada di ambang pemahaman tentang cara bagaimana intensi mental kita, doa kita, bahkan pendapat dan asumsi kita yang rahasia pun mempengaruhi bukan hanya keberhasilan kita di dalam hidup, melainkan sukses orang lain pula.

Minggu, 22 Januari 2012

Jika Galau, Meditasilah Sejenak


Ketika hati galau ditambah lagi problematika di lingkungan sekitar tidak terpecahkan sehingga membuat kepala pusing dan amarah mudah muncul, banyak orang bingung mau ngapain? Mabuk dan menggunakan narkotika mungkin menjadi pilihan beberapa orang namun berdasarkan pengalaman mereka yang pernah menggunakan hal itu tidak juga mengatasi masalah karena hanya bersifat melupakan masalah untuk sementara. Kecanduan dan rusaknya organ dalam malah akan menambah masalah dikemudian hari jika mabok atau menggunakan narkoba.
Berdoa memohon mukjijat juga banyak dilakukan orang jika pikiran dan logika sudah tidak mampu lagi mengatasi permasalahan yang ada. Namun harapan ini jika doanya tidak segera terkabul kemudian malah menimbulkan kekecewaan dalam dirinya dan bayak juga yang akhirnya malah menghujat Tuhan bahkan ada yang saking frustasinya mengatakan Tuhan itu tidak ada. Orang tua bingung, sahabat bingung, pacar bingung, dan gurunya juga bingung, ada apa dengan masalah anak ini?
Keinginan kadang hanya dipahami oleh orang yang bersangkutan, dan yang bisa memahami atau mengerti hanyalah dirinya sendiri dan tak akan ada orang lain yang mampu memahami diri selain dirinya sendiri. Berdoa sebenarnya adalah jalan yang sudah benar, namun menurut Anthony De Mello tidak semua orang bisa berdoa. Seperti yang diuraikannya berikut ini dalam buku Sadhana:
“Lima belas tahun terakhir ini saya bertugas sebagai pemimpin retret dan pembimbing rohani membantu orang untuk berdoa. Saya mendengar banyak keluhan: orang tidak tahu bagaimana caranya berdoa. Bagaimanapun mereka berusaha, kelihatannya tidak ada kemajuan. Rasanya doa membosankan dan mengecewakan”.
Hal di atas tidak hanya dialami banyak orang, saya pun juga mengalami hal tersebut rasanya sudah segala metode doa saya pelajari bahkan sampai lelaku yang ekstrim saya lakukan seperti jalan kaki ke tempat ziarah, naik sepeda ke tempat ziarah, dan tiap jam 12 malam berdoa ke luar rumah namun tetap tidak ada perkembangan, teman-teman saya juga mengatakan begitu, “tidak ada perkembangan pada dirimu” Masih mudah marah dan masih sering menyalahkan keadaan begitu kata mereka. Padahal menurutku itu manusiawi. Kadang batas kesabaran manusia ada batasnya. Tapi kata mereka, percuma kami berdoa tiap hari jika amarahmu masih menyala.
Lalu saya kembali membaca dari awal “Sadhana” lagi dan hal di pendahuluan awal yang menjadi dasar penting malah tidak pernah say abaca:” Salah satu dasar menyatakan, bahwa doa itu suatu latihan yang membawa perkembangan dan memberi kepuasan, dan memang banyak kita mencari ini semua dalam doa. Dasar lain menyatakan, bahwa doa itu harus lebih dilakukan dengan hati daripada dengan budi. Memang, semakin cepat doa bebas dari pemikiran kepala, semakin jadi menyenangkan dan bermanfaat. Kebanyakan imam dan religious menyamakan doa itu dengan berpikir-pikir. Itu gagasan mereka”
Seorang Guru Hindu mengjarkan pengarahan dalam hal doa: “Pusatkan perhatianmu pada pernafasan.” “Udara yang anda hirup itu Tuhan. Anda menghirup Tuhan dan menghembuskanNya. Sadarilah itu dan bertahanlah dalam kesadaran itu!”.