Senin, 16 Agustus 2010

Hangatnya Sendang Candi Umbul

Sendang Candi Umbul terletak di Desa Kartoharjo, Kecamatan Grabak, Kabupaten Magelang. Perjalanan menuju lokasi ini sangat mudah karena jalan menuju sendang sudah diaspal halus sampai di depan pintu masuk candi. Jika ingin menuju tempat ini, dari jalan Magelang-Semarang ambil arah ke Grabak kurang lebih 10 km akan ada petunjuk Candi Umbul nanti tinggal mengikuti papan petunjuk tersebut. Mendekati lokasi jalan akan naik turun dan lokasi ini berada di turunan. Pemandangan yang indah selama perjalanan akan ditemui karena di kanan kiri akan ditemui hamparan sawah di bawah lereng gunung. Kurang lebih empat kilometer sebelum sendang akan ditemui di kiri jalan sebuah komplek makam tanpa pagar dengan pohon kamboja besar-besar memenuhi seluruh areal makam. Dari kejauhan akan tampak pemandangan yang indah karena bentuk batang kamboja yang putih artistik diantara hijaunya sawah-sawah jika pada musim tanam.
Di depan pintu masuk akan ditemui beberapa motor yang diparkir, namun menurut keterangan penjaganya motor yang dititipkan di situ sebagian bukan motor milik pengunjung sendang atau peziarah namun milik para pemancing yang mancing di sungai bawah sendang. Sendang Candi Umbul masuk dalam benda cagar budaya sehingga untuk masuk ke lokasi ini dikenai retribusi sebesar Rp.3000,- dan parkir motor Rp.1000,-. Ketika kami ke sana sendang itu sedang dipakai oleh beberapa anak muda laki-laki dan perempuan mandi dan bermain air. Sendang ini terdiri dari 2 kolam kotak dengan air yang mengalir selalu penuh berwarna hijau kebiruan. Melihat bentuk bangunan dengan 2 kolam, kolam satu ada mezbah kotak yang terendam dan satunya mezbah bundar terletak di depan mezbah kotak dengan lokasi lebih rendah. Di depan mezbah itu ada stupa yang kelihatannya untuk membakar dupa karena warnanya yang hitam legam bekas asap. Di keempat sudut kolam ada batu bulat yang tingginya sama terendam dalam air. Jika melihat konsep tata letaknya, sendang ini sekilas menggambarkan tempat yang dikhususkan untuk laku topo kungkum atau meditasi sambil berendam dalam air. Namun melihat suasananya kelihatannya tempat ini menjadi obyek wisata yang hanya digunakan untuk mandi dan berenang. Sehingga mereka yang ingin lelaku topo kungkum atau meditasi atau sembayang seolah tersisih dan tersingkir oleh kesibukan mereka yang ingin mandi dan berenang.
Menurut Renville Siagian dalam Candi (2002), Candi patirtan yang berupa kolam ini dikelilingi oleh batu andersit. Kolam dengan airnya yang hangat itu memiliki ukuran panjang 21 meter dan lebar 7 meter dengan kedalaman 2 meter yang terbagi dua dimana airnya bersambungan. Kolam besar memiliki ukuran panjang 12,5 meter dan lebar 7,2 meter. Sedangkan kolam kecil berukuran 7 meter kali 8,2 meter. Kolam ini membujur arah timur barat dan menghadap arah timur laut. Candi Umbul dalam kolam ini dibangun sekitar abad ke-9 Masehi yang dahulunya dipergunakan keluarga bangsawan.
Ada 2 batu menyerupai gong diantara stupa itu menurut Tatag bedasarkan keterangan Dharma Sas, dulunya batu itu untuk mencetak gong. Ada kesaksian rohani yang bersifat penampakan, tentang mezbah dan empat kursi batu yang mengelilingi dengan terendam air hangat itu. Pelaku Budaya Jawa, Dharma Sas, memberikan kesaksian bahwa meja dan empat kursi adalah lambang empat kiblat lima pancer. Tetapi dahulu, kursi dan meja itu memang digunakan untuk duduk berendam air hangat sembari menikmati hidangan makanan dan minuman.
Kecuali lambang empat kiblat lima pancer berupa meja dan kursi itu, ada pula pohon ajaib. Pohon ajaib itu dilihat dari arah barat menghadap ke timur saat menjelang matahari terbit. Di saat matahari mulai terbenam maka akan terlihat bayangan siluet dari pohon ajaib itu. Mengapa dikatakan ajaib karena pada pohon tersebut ada tiga warna bunga yang menghiasi pohon ajaib itu, yaitu merah, hijau dan kuning. Pula yang membuat pohon itu disebut ajaib, karena ketika matahari menumpahkan sinar hangat di waktu sore hari, keluarlah asap di seluruh tubuh pohon itu.
Mengikuti sebuah penampakan seperti wisik tetapi disaksikan dalam alam setengah sadar, Dharma Sas mengkisahkan, wilayah Sendang Candi Umbul dahulu merupakan tempat suci, sebuah pertapaan yang ditempati oleh seorang brahmana. Nama brahmana tersebut adalah Pu Dharma Khebi. Brahmana tersebut memiliki dua putrid yang sangat menjaga tradisi kebrahmanaan, yaitu Dyah Sekar dan Dyah Tantri. Pada jamannya itu, Brahmana tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat dengan sang raja, Raja Sanjaya. Raja Sanjaya ini begitu dekatnya dengan Sang Brahmana sampai seperti anak sendiri.
Tetapi celakalah buat Sang Raja Sanjaya, karena terbiasa akrab dan terbiasa bergaul, sang raja akhirnya jatuh cinta pada putri bungsu Sang Brahmana, Dyah Tantri. Jatuh cinta itu ternyata jatuh cinta yang terlarang. Karena kedudukan sebagai anak bagi putri brahmana dan anak angkat bagi sang raja menghalangi jatuh cinta itu. Berikrarlah Sang Raja, dirinya tidak akan menyentuh putri selama hidupnya. Seperti diketahui dalam sejarah, yang meneruskan Raja Sanjaya memegang pemerintahan adalah anak saudara perempuan Sanjaya yang bernama Sanaha. Maka jalan hidup membiara ditempuhnya bagi Sang Raja, setelah usianya tidak kuat lagi mengemban tugas sebagai raja di Kerajaan Mataram (Mataram Hindu). Itulah kisah jatuh cinta yang terlarang di Sendang Candi Umbul. (Tatag, 2004: 34-35).
Aku dan Bejo temanku, setelah beberapa anak muda dan remaja yang tadi berenang, mandi, dan bermain air di situ naik, kami lalu mencoba bermeditasi di situ secara bergantian. Aku dulu sedangkan Bejo mengawasi lalu gantian. Ketika bermeditasi, yang kurasakan airnya agak panas, sedangkan di kolam yang tak bermezbah hangat, angin siwir-siwir datang namun hanya sebentar namun entah kenapa rasanya ada energi yang nampek sehingga membuat dada kananku agak sakit. Namun memang kurasakan ada energy yang besar di sekitar stupa dan entah benar atau tidak di belakang stupa itu terlihat seperti ada sebuah gundukan tanah menyerupai makam. Seperti yang pernah dikatakan Bejo, beberapa penganut kebatinan Jawa, melakukan “Kramas tanpo toyo” (Mandi keramas tanpa air), hal ini merupakan filosofi bahwa manusia itu tidak cukup bersih secara fisik tetapi meliputi keseluruhannya yaitu tubuh, jiwa, dan roh. Sehingga di sendang ini jika hanya mandi secara fisik rasanya kurang lengkap jika tanpa mandi jiwa dan roh. Namun apakah karena aku datang sore sehingga menyaksikan orang-orang hanya mandi fisik, atau mungkinkah malam-malam tertentu atau tiap malam tempat ini untuk “kramas tanpo toyo” aku kurang mengerti karena belum melihat.
Sendang Candi Umbul merupakan salah satu situs penting, namun bukan situs dalam pengertian situs di internet. Namun apakah keberadaannya akan seperti ketika dibangun yaitu pertapaan suci atau bangunan suci adalah tergantung generasi penerus memaknai tempat ini. Lelaku atau ritual merupakan salah satu bentuk menganggap tempat itu ada atau juga mengembangkannya. Menurut hukum evolusi bagian tubuh yang jarang digunakan akan mengecil dan berfungsi, begitu pula jika tempat ini jarang dipakai untuk ritual “kramas tanpo toyo” akhirnya hanya akan menjadi tempat permandian biasa seperti kolam renang di perkotaan.

Tidak ada komentar: