Kamis, 19 Agustus 2010

Ngoco



Tentang perjalanan meniti ke dalam diri banyak terinspirasi oleh berbagai cerita dan kisah. Salah satunya adalah cerita dalam Serat Dewaruci yang menceritakan bagaimana Bima mencari “susuhing angin” (sarang angin). Dalam cerita ini dikisahkan bagaimana Bima menjelajahi berbagai tempat dari hutan dan mengalahkan penunggunya sampai mengalahkan penguasa laut dan sampai pada penemuannya bahwa sebenarnya apa yang dicarinya itu ada di dalam dirinya. Yang dimaksud “susuhing angin” ternyata adalah hidung. Hidung itu adalah tempat keluar dan masuknya napas. Napas adalah sumber hidup manusia. Anthony de Mello dalam bukunya “Jalan Menuju Tuhan” juga menyebutkan bahwa inti untuk bisa hidup adalah berada di sini dan saat ini. Dia menyebutkan bahwa hanya sedikit manusia yang menyadari bahwa masa lalu sebenarnya tidak nyata dan masa depan juga tidak nyata sedangkan yang nyata adalah detik ini dan hari ini. Sehingga jika manusia berada di sini dan saat ini dia akan hidup. Anthony juga memberi contoh, ada sepasang suami istri berencana pergi ke Swiss selama berbulan-bulan dia merencanakan untuk pergi ke sana, akhirnya setelah sampai sana, dia merencanakan bagaimana caranya untuk pulang. Dari cerita itu sangat disayangkan sebenarnya pasangan suami istri itu tidak pernah berada di Swiss.


Menurutku, kalimat hidup di sini dan saat ini akan sangat mudah diucapkan tetapi begitu sulitnya untuk dilaksanakan. Seperti pikiran kita yang selalu pergi ke masa lalu dan punya rencana untuk ke masa depan dan betapa sulitnya untuk bisa di sini saat ini. Seperti saat ini merupakan peristiwa yang sangat langka buatku karena aku sedang menulis ini di sebuah gubuk di tengah sawah. Karena ketika merencanakan menulis hari ini, ketika mau menulis di kamar ternyata ada ayahku ada tamu dan obrolan mereka terdengar sampai kamarku dan sangat mengganggu konsentrasiku, lalu aku berusaha keluar rumah naik motor mencari lokasi yang jauh dari kebisingan dan aku melihat ada sebuah gubuk di tengah sawah kelihatannya sangat sepi dari gangguan maka kuparkirkan motorku di bawah pohon jati lalu aku berjalan melewati pematang sawah menuju gubuk ini. Gubuk ini atapnya tertutup seng-seng bekas dan dindingnya dari triplek bekas, sangat nyaman karena angin di tengah sawah ini begitu sejuk dan tepat di samping gubuk air galengan mengalir dengan deras sehingga menyadarkanku bahwa hidup ini memang harus mengalir dan menulis ini juga harus mengalir karena aku hanya menuliskan apa yang yang ada di pikiranku saat ini dan di sini.


Dulu pernah aku punya keinginan punya rumah sederhana yang dikelilingi sawah yang hijau untuk tempat merenung dan menulis dan saat ini keinginan ini terwujud. Aku benar-benar bisa menulis di atas gubuk dan dikelilingi sawah-sawah yang ditanami padi. Setelah keinginan tempat ini terwujud kebingungan kedua lalu muncul, sekarang apa yang mau ditulis? Rasanya seperti orang yang ingin ke Swiss tadi yang diceritakan Anthony de Mello, mungkin nanti jika aku sudah punya rumah di tepi sawah malah tidak jadi menulis apapun di sana malah bisa jadi untuk punya keinginan apa lagi dan tak menulis apapun. Padahal aku rencananya tadi datang ke lokasi ini untuk merefleksikan perjalananku kemarin ke Gua Kerep Ambarawa.


Baiklah kita mulai fokus ke perjalanan menuju Ambarawa. Sambil merenung aku melihat di galengan sawah di sampingku yang sejak tadi mengalirkan air aku berimajinasi jika menjadi bagian air akan hanyut entah diserap akar, terbawa sampai laut akhirnya menguap menjadi awan lalu menetes sebagai hujan dan jatuh menjadi air yang mengalir ke sungai lagi. Mungkin juga hidup itu begitu ada kalanya harus berubah tempat namun kembali lagi seperti sebuah lingkaran siklus kehidupan.


Dalam perjalanan kemarin sebenarnya aku tahu bahwa akan seperti Bima yang mencari susuhing angin sebab pemaknaan nantinya akan kembali pada diriku sendiri memaknai perjalanan itu. Sehingga aku dalam perjalanan itu tidak tergesa-gesa. Pertama mampir ke Makam Romo Sanjaya, di sana selain mengistirahatkan pantat yang pegel dan menghilangkan rasa kantuk aku dan Bejo juga berdoa dan meditasi. Dalam perjalanan ini ternyata pikiran sangat mempengaruhi, sebab di jalan Bejo terlintas keinginan untuk mampir ke tempat pakdenya dan akhirnya kami mampir ke sana. Lalu sekalian bertanya jalan menuju Sendang Candi Umbul dan Gua Maria Grabag sebab setelah saya tanya panitia ternyata misanya masih jam 6 sore padahal kami berangkat tadi jam 10 pagi, memang sengaja agar tidak tergesa-gesa dan bisa menikmati perjalanan.
Setelah melanjutkan perjalanan kami melihat ada tulisan Pemandian Banyubening lalu kami tertarik untuk melihat ternyata hanya sebuah kolam renang biasa sehingga kami kurang tertarik untuk masuk. Akhirnya Sendang Candi Umbul ketemu juga dan kami istirahat di situ cukup lama karena tanpa rencana dan melihat tempatnya asik kami njegur juga dan mencoba meditasi di situ. Setelah itu kami meneruskan perjalanan menuju Gua Kerep Ambarawa dan di sana sudah ada Pak Nuri, Pak Totok dan Mbak Pur, dengan celana yang masih basah karena tidak bawa ganti kami mengikuti prosesi sampai selesai lalu bermalam di sana.


Saya mencoba meditasi di berbagai tempat, mulai di depan gua, di kapel, di tempat doa dekat makam dan di ruang adorasi abadi namun energi dan tempat yang paling nyaman saya rasakan adalah di ruang adorasi abadi itu. Entah kalau orang lain tapi bagi saya berada di situ rasanya bisa no mind melepaskan semua pikiran dan kembali ke hati. Namun akhirnya harus menggunakan main lagi untuk bergerak, ya mungkin kondisi no mind ini juga harus seimbang dengan mind. Lalu paginya kami sarapan dulu di warung, lalu pulang rencananya mau langsung pulang ke Jogja tapi ini ada masalah lagi dengan mind sebab di pikiran Bejo masih terlintas pikiran untuk mampir di Gua Maria Grabak sehingga balik ke Grabak lagi lewat Tegalrejo ya walaupun harus jalan naik turun akhirnya sampai juga ke Gua Maria Grabak. Pulangnya kami mampir ke Romo Sanjaya dan pulang menuju Jogja melewati Pakem dan mampir ke Sumur Kitiran Mas.


Refleksi dalam perjalanan ini bagiku adalah pentingnya menjaga tujuan jika ingin pergi ke tempat jauh sesuai dengan rencana awal sebab di jalan pikiran-pikiran kita dan keinginan-keinginan sesaat bisa menimbulkan keinginan baru yang membuat tujuan awal terlupakan. Karena itulah mengapa saya menyebut bahwa untuk hidup saat ini dan di sini itu begitu sulitnya.

Tidak ada komentar: